Tinjauan Hukum Islam dan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-Dag/Per/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas terhadap Penjualan Pakaian Bekas Impor di Pasar Jumat (Pasjum) Pusdai
Abstract
Abstract. The activities of buying and selling becomes valid if every rukun and terms of transaction is fulfilled. As we can see in Pasar Jumat (Pasjum) Pusdai there are a lot of sellers who sells imported secondhand clothes. The sellers got the clothes from collectors in something like we called “balâ€, Sellers buys the item without knowing the quality of the clothes. Because of that, buyers and sellers doesn’t get the perfect knowledge about the clothes. Based on that framework, the writer is interested doing research about how activities of trading in Pasar Jumat Pusdai works, and how about Islamic law and ministry regulation point of view about this transaction. The research method used is qualitative analysis, data collection techniques used are interview, observation, and literature study. By using a normative legal approach. The result of this research shows that imported clothing is obtained by traders in the form of bales, the seller buys the goods without knowing the quantity, shape, and quality of the object being traded, consequently the buyer does not get the information about the quality of the goods perfectly. Based on fiqh muamalah, buying and selling used imported clothing in Pasjum Pusdai is included in the sale and purchase that is prohibited in Islam, because this sale contains elements of gharar and maysir, and there is one requirement and rukun that is not fulfilled the object of the contract is not clearly specified. Meanwhile, according to the Ministerial Regulation, the sale and purchase of used clothing is prohibited because it states that imported used clothing is prohibited to enter Indonesia. Review of Islamic Law and Ministerial Regulation No. 51 / M-DAG / PER / 7/2015, that Islamic law prohibits the sale of used clothing because it contains ghair shahih akad bathil, so the transaction is not illegal, while Ministerial Regulation is appealed, because there is no legal action. The difference between Islamic law and Ministerial Regulation is that ministerial regulations only regulate imported used clothing, whereas Islamic law does not restrict imports or not. So Islamic law is more comprehensive.
Keywords: Muamalat, Ministerial Regulation, Transaction, Trade, Gharar, Maysir
Â
Abstrak. Transaksi kegiatan jual beli, dapat dikatakan sah atau tidaknya tergantung dari terpenuhinya rukun-rukun dan syarat transaksi tersebut, begitu pula dalam praktik jual beli pakaian bekas impor di Pasar Jumat (Pajum) Pusdai. Dalam praktiknya jual beli pakaian bekas impor tersebut diperoleh pedagang dalam bentuk bal, penjual membeli barang tersebut tanpa mengetahui jumlah, bentuk, dan kualitas objek yang diperjual belikan, akibatnya, pembeli tidak mendapatkan informasi mengenai kualitas barang secara sempurna. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti lebih mendalam tentang bagaimana praktik jual beli pakaian bekas impor di Pasjum Pusdai dan bagaimana menurut pandangan hukum Islam, dan menurut Peraturan Menteri terhadap praktik jual beli pakaian impor bekas tersebut. Metode Penelitian yang digunakan adalah analisis deskripstif kualitatif, teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara, observasi, dan studi pustaka. Dengan menggunakan pendekatan hukum yang bersifat normatif.Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pakaian bekas impor diperoleh pedagang dalam bentuk bal, penjual membeli barang tersebut tanpa mengetahui jumlah, bentuk, dan kualitas objek yang diperjual belikan, akibatnya pembeli tidak mendapatkan informasi mengenai kualitas barang secara sempurna. Berdasarkan fiqh muamalah, jual beli pakaian bekas impor di Pasjum Pusdai termasuk ke dalam jual beli yang dilarang dalam Islam, karena jual beli ini mengandung unsur gharar dan maysir, dan terdapat salah satu syarat dan rukun yang tidak terpenuhi yaitu objek akad tidak terspesifikasikan dengan jelas. Sedangkan menurut peraturan Menteri pelaksanaan jual beli pakaian bekas tersebut dilarang karena menyebutkan bahwa pakaian bekas impor dilarang masuk ke Indonesia. Tinjauan hukum Islam dan Peraturan Menteri Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015, bahwa hukum Islam melarang jual beli pakaian bekas karena didalamnya mengandung ghair shahih akad bathil, sehingga transaksinya tidak tidak sah,sedangkan Peraturan Menteri bersifat menghimbau, karena belum ada tindakan tegas secara hukum. Perbedaan hukum Islam dan Peraturan Menteri adalah peraturan menteri hanya mengatur pakaian bekas impor, sedangkan hukum Islam tidak membatasi impor atau tidak. Sehingga hukum Islam lebih komprehensif.
Kata Kunci: Muamalat, Peraturan Menteri, Transaksi, Jual Beli, Gharar, Maysir
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Abu Firly Bassam Taqly, Hadits Shahih Bukhari Muslim, PT Palapa, Depok, 2015.
A.Hassan, Terjemah Bulughul Maram, CV Diponegoro, Bandung, 2006.
Chairman Pasaribu dan Suhrawardi, Hukum Perjanjian, Sinar Grafika, Jakarta, 1996.
Dimyauddin Djawaini, Pengantar Fiqh Muamalah, Pustaka pelajar, Jogyakarta, 2008.
Gemala dewi, wirdyaningsih dan Yeni Salma Barlinti, Hukum Perikatan Islam,Kencana, Jakarta, 2005.
M, Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003
Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M DAG/PER/7/2015
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Gaya Media Pratama,Jakarta, 2013.
Neni Sri Imaniyati, Hukum Ekonomi dan Ekonomi Islam dalam Perkembangan, CV Mandar Maju, Bandung, 2002
Oni Sahroni, dan Adiwarman A. Karim, Maqashid Bisnis dan Keuangan Islam, PT Rajagrafindo, Depok, 2015.
Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2009 Tentang Pembangunan Penataan dan Pengendalian Pasar.
DOI: http://dx.doi.org/10.29313/syariah.v4i1.8722
  Â