Perbandingan Formulasi Biskuit Tepung Jangkrik Kalung (Gryllus bimaculatus SP) dengan Tepung Cacing Tanah (Lumbricus Rubellus Hoffmeister) sebagai Fortifikan Tepung Terigu
Abstract
Abstract. Protein is a group of macronutrient material that plays an important role in the formation of biomolecules as an energy source. The purpose of this research is to find out more effective formulations between biscuits from earthworm flour (Lumbricus rubellus Hoffmeister) and biscuits from necklace cricket flour (Gryllus bimaculatus sp) to be fortified with wheat flour which has a high enough protein content. The method used to determine the protein content of earthworm flour (Lumbricus rubellus Hoffmeister) and cricket flour necklace (Gryllus bimaculatus sp) is the kjehdahl method. The results obtained protein content in formulations containing cricket flour necklace (Gryllus bimaculatus sp) amounted to 9.89 - 15.70% and formulations containing earthworm flour (Lumbricus rubellus Hoffmeister) amounted to 8.13%. So that a more effective formula to be fortified with flour that has a high enough protein content is a formula with the addition of flour cricket necklace (Gryllus bimaculatus sp).
Keywords: Protein, cricket necklace, earthworm, kjehdahl
Abstrak. Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien yang berperan penting dalam pembentukan biomolekul sebagai sumber energi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui formulasi yang lebih efektif antara biskuit dari tepung cacing tanah (Lumbricus rubellus Hoffmeister) dan biskuit dari tepung jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus sp) untuk dijadikan fortifikan tepung terigu yang memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Metode yang digunakan untuk mengetahui kandungan protein pada tepung cacing tanah (Lumbricus rubellus Hoffmeister) dan tepung jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus sp) adalah metode kjehdahl. Hasil yang diperoleh kadar protein pada formulasi yang mengandung tepung jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus sp) sebesar 9,89 - 15.70% dan formulasi yang mengandung tepung cacing tanah (Lumbricus rubellus Hoffmeister) sebesar 8,13%. Sehingga formula yang lebih efektif untuk dijadikan fortifikan tepung terigu yang memiliki kadar protein cukup tinggi adalah formula dengan penambahan tepung jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus sp).
Kata Kunci: Protein, jangkrik kalung, cacing tanah, kjehdahl
Keywords
Full Text:
PDFReferences
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. (2011). SNI 2973:2011. Syarat Mutu Cookies. Badan Standarisasi Nasional : Jakarta.
Adeyeye EL dan Ledel. "Komposisi Proksimat dan Mineral telur Sayap dan
Sifat Makanan Jangkrik (Brachy trypes Membranceus L)". Jurnal Kimia
Oriental 22.2 (2006): 239-246.
Afniaty Intania. (2006). Substitusi Tepung Kunyit (Curcuma domestica Val.) Dalam Pakan Jangkrik Kalung (Gryllus bimaculatus) Pada Periode Bertelur. Skripsi. Bogor: IPB. h.1-2
Anik Herminingsih, 2010. Manfaat Serat dalam Menu Makanan. Universitas Mercu Buana, Jakarta
Borror, D.J., C.A. Triplehorn, & N.F. Johnson. (1992). Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi XI. Penterjemah: Soetiyono, P. Gadjah MadaUniversity Press, Yogyakarta.
Boyle MA and Roth SL. ( 2010). Personal Nutrition, Seventh Edition. Wadsworth Cengage Learning, Belmont.
Brown JE. (2011). Nutrition Through the Life Cycle, Fourth Edition. Wadsworth Cengage Learning, Belmont.
Budianto, A K. (2009). Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang. UMM Pers.
Cho, J.H., C.B. Park, Y.G. Yoon dan S.C. Kim. (1998). Lumbricin I, a Novel Proline-Rich Antimicrobial Peptide from the Earthworm: Purification, cDNA Cloning and Molecular Characterization. Biochim. Biophys. Acta. 1408 (1): 67–76.
Damayanti, E., H. Julendra dan A. Sofyan. (2008). Aktivitas Antibakteri Tepung Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Dengan Metode Pembuatan yang Berbeda terhadap Escherichia coli. Prosiding Seminar Nasional Pangan Tahun 2008: 54–60, 17 Januari 2008: PATPI.
Desportes, I., and Schrével, J. (2013). Treatise on Zoology - Anatomy, Taxonomy, Biology. The Gregarines. MNHN, Paris.
Edwards, CA, Bohlen, PJ. (1996). Biology and Ecology of Earthworms, 3rd ed. Chapman and Hall, New York, NY.
Faridi, H. (1994). Technology of cookie and cracker production. Dalam: Hamed Faridi (Editor). The Sciences of Cookie and Cracker Production. Chapman and Hall, New York.
Fischer, and Claudia, . (2011). Differences in Fruit and Vegetable Intake and Their Determinants Among 11 Year Old Schoolchildren between 2003-2009. International Journal of Behavioural Nutrition and Physical Activity 2011, 8:141
Hasegawa Y, & Kubo H, (1996). Jangkrik. Seri Misteri Alam. Penerbit PT. Elex Media Computindo, Gramedia, Jakarta.
Herdiana, D. (2001). Pengaruh pakan terhadap performa tiga jenis jangkrik lokal.
Hui, F H. (1992). Encyclopedia of Food Science and Technology. John Willy and Sons, Inc. USA
[IOM] Institute of Medicine. (2005). Dietary Reference Intake for Energy, Carbohydrate, Fiber, Fat, Fatty Acids, Cholesterol, Protein, and Amino Acids. A Report of the Panel on Macronutrients, Subcommittees on Upper Reference Levels of Nutrients and Interpretation and Uses of Dietary Reference Intakes, and the Standing Committee on the Scientific Evaluation of Dietary Reference Intakes. National Academies Press, Washington, DC.
Mahan K. and Escott-Stump. (2008). Food, Nutrition, and Diet Therapy. USA: W.B Saunders Company.
Manley D. (2000). Technology of Biscuits, Crackers and Cookies.Third Edition.Woodhead Publishing Limited, England
Manley, D.J.R. (2001). Biscuit, Cracker, and Cookie Recipes For The Food
Industry. Woodhead Publishing Limited, Abington. England.
McGuire M and Beerman KA. 2011. Nutritional Sciences: From Fundamentals to Food, Second Edition. Wadsworth Cengage Learning, Belmont.
Messiaen CM. "Jenis kelamin sayuran tropis". Macmillan Ltd. London dan
Basing Stoke (1992): 218-247.
Palungkun, R. (2010). Usaha Ternak Cacing tanah. Penebar Swadaya, Jakarta.
Prayitno. (2005). Potensi Jangkrik kalung Sebagai Bahan Baku Industri Pangan dan Farmasi, Seminar nasional" Astiik Go Industn" di Jogya Expo Center, Litbang Astrik Pusat Yogyakarta.
Prayitno. (2006). Pemurnian Hormon Estrogen dan Testosteron dari Jangkrik Kalung. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan, UNSOED, Purwokerto. Proporsi Bekatul Jagung : Tepung Terigu dan Penambahan baking.
Sajuthi, D., Suradikusumah, E., Santoso, M. A. (2003). Efek Antipiretik Ekstrak Cacing Tanah.
Sari, O.F. (2013). Formula Biskuit Kaya Protein Berbasis Spirulina dan Kerusakan Mikrobiologis Selama Penyimpanan. [Skripsi] Program Studi Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor
Setyowati, T. W. dan N. C. Fithri. (2014). Formulasi Biskuit Tinggi Serat (Kajian Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sidabutar, W. D. R.; R. J. Nainggolan; Ridwansyah. 2013. Kajian Penambahan
Tepung Talas dan Tepung Kacang Hijau Terhadap Mutu Cookies. Jurnal
Rekayasa Pangan dan Pertanian. Vol. 1. No. 4. Hal: 68.
Sudarmadji, S. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberti
Standar Nasional Indonesia. (1992). Syarat Mutu Biskuit. Standar Nasional Indonesia. Jakarta
Sukarno, H. (1999). Budidaya Jangkrik. Cetakan I. Kanisius, Yogyakarta.
Sumantri, A. (2013). Kesehatan Lingkungan Depok: Prenada media Group.
Sundari, T dan R. P. Atmaja. (2011). Bentuk Sel Epidermis, Tipe dan Indeks Stomata 5 Genotipe Kedelai pada Tingkat Naungan Berbeda. Jurnal Biologi Indonesia. 7 (1): 67-69.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun (2012) Tentang Pangan.
Widiyaningrum, P. (2001). Pertumbuhan Tiga Spesies Jangkrik Local yang Dibudidaya kan Pada Padat Penebarandan Jenis Pakan Berbeda. Berk. Penel. Hayati, 14: 173–177.
Winarno F.G. (2002). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Winarno F.G. (2004). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama;
DOI: http://dx.doi.org/10.29313/.v6i2.23172
  Â