Pendapat Imam Syafi'i Tentang Perceraian Diluar Persidangan dan Relevansinya dengan KHI Pasal 115 Tentang Perceraian

Riska Diana, M. Roji Iskandar, Amrullah Hayatudin

Abstract


Dewasa ini perceraian menjadi hal yang sangat mudah ditemukan, karena dengan banyaknya permasalahan yang muncul di dalam kehidupan rumah tangga. Hal tersebut adalah alasan yang dijadikan suami dan istri mengakhiri perkawinan. Di Indonesia sendiri, mayoritas masyarakatnya bermadzhab Syafi’i yang seharusnya mengetahui hal-hal mengenai perceraian akan tetapi pada praktiknya perceraian banyak dilakukan secara sewenang-wenang. Berdasarkan uraian tersebut, poin masalah yang dirumuskan dan ingin diketahui dalam penelitian ini adalah: Bagaimana ketentuan perceraian menurut Imam Syafi’i? Bagaimana metode istinbath Imam Syafi’i tentang keabsahan perceraian di luar persidangan? Bagaimana relevansi pendapat Imam Syafi’i tentang keabsahan perceraian di luar persidangan dengan KHI pasal 115 tentang perceraian? Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode deskriptif. Metode ini digunakan dengan pendekatan yang bersifat kepustakaan (library research), yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan studi penelaahan terhadap kitab Al-Umm sebagai salah satu karya Imam Syafi’i, KHI, buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan mengenai keabsahan perceraian di luar persidangan. Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan yang diperoleh adalah metode istinbath hukum yang digunakan Imam Syafi’i bersumber dari Al-Qur’an khususnya QS. At-Thalaq [65] : 2. Beliau mengambil dengan makna yang zhahir kecuali jika didapati alasan yang menunjukkan bukan arti yang zhahir itu, yang harus dipakai atau dituruti. Maka pendapat Imam Syafi’i tentang perceraian di luar persidangan adalah sah, selama pihak yang akan bercerai menghadirkan saksi yang minimal terdiri dari 2 orang laki-laki. Kemudian relevansi pendapat Imam Syafi’i tentang keabsahan perceraian di luar persidangan tidak sesuai dengan KHI Pasal 115 tentang perceraian. Jika perceraian dilakukan di luar persidangan menurut Imam Syafi’i adalah sah, tetapi menurut KHI Pasal 115 dinyatakan tidak sah.


Keywords


Perceraian; Saksi; Metode Istinbath

References


Sumber Buku

Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, Prenada Media Group, Jakarta, 2003.

Afdol, Legislasi Hukum Islam Indonesia, Airlangga University Press, Surabaya, t.t,

Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, PT Cordoba Internasional Indonesia, Jakarta, 2012.

H.M.A. Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2009.

H.S.A. Al-Hamdani, Risalah Nikah: Hukum Perkawinan Islam, Pustaka Amani, Jakarta, 2002.

Hafid Abdullah, Kunci Fiqh Syafi‟i, As-Syifa, Semarang, 1992.

Imam Abi Zakaria Yahya bin Syarif An-Nawawi Asy-Syafi’i, Mughnil Muhtaaj, Dar El-Marefah, Beirut, 1997.

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Lentera Hati, Jakarta, 2002, Jilid 14.

Muhlish Usman, Kaidah-Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah : Pedoman Dasar Dalam Istinbath Hukum Islam, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1997.

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Gema Insani, Jakarta, 2011, Jilid 9.

Sumber Perundang-Undangan

Abdurahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Akademika Pressindo, Jakarta, 1992.

Undang-Undang No.1 Tahun 1974




DOI: http://dx.doi.org/10.29313/islamic%20family.v0i0.6734

Flag Counter                      Â