Analisis Keabsahan Jual Beli Menurut Fiqih Muamalah dan KUH Perdata

Miss Nuryani Hama, Neneng Nurhasanah, Sandy Rizky Febriadi

Abstract


Jual beli adalah tukar menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain dengan jual beli manusia bisa saling tolong-menolong satu sama lain. Dengan jual beli maka rasa persaudaraan semakin meningkat dan terciptalah hubungan yang harmonis (serasi) antara manusia. Sahnya jual beli menurut fiqih muamalah adalah ketika tercapainya kata sepakat, dan terpenuhinya rukun dan syarat-syarat tentang jual beli. Salah satu syaratnya adalah diserah terima barangnya dan dibayar harganya. Sedangkan menurut KUH Perdata pasal 1458 dijelaskan bahwa jual beli bisa terjadi meskinpun barang itu  belum diserahkan dan harganya belum dibayar. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui keabsahan jual beli menurut fiqih muamlah dan menurut KUH Perdata, mengetahui persamaan dan perbedaan keabsahan jual beli menurut fiqih muamalah dan KUH Perdata. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif komparatif, yaitu mendeskripsikan keabsahan jual beli menurut KUH Perdata dan hukum Islam. Teknik pengumpulan data adalah studi kepustakaan dengan cara kualitatif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pertama, keabsahan jual beli menurut fiqih muamalah adalah adanya penjual dan pembeli; adanya uang dan benda yang dibeli; ada manfaatnya; keadaan barang itu dapat diserahkan; keadaan barang kepunyaan yang menjual dan barang itu diketahui oleh si penjual dan si pembeli, dengan jelas zat, bentuk, ukuran, dan sifat-sifatnya. Kedua, keabsahan jual beli menurut KUH Perdata adalah cukup dengan kata sepakat. Ketiga, persamaan dan perbedaannya adalah persamaannya yaitu kedua-kedua sama-sama menganggapkan konsensualitas (kesepakatan) didalam suatu transaksi jual beli tidak boleh ada pemaksaan/penipuan, dan yang akad harus memiliki usia dewasa, dan harus memiiki objek yang diperjualbelikan. Sedangkan perbedaannya adalah dalam Hukum Islam, jual beli, barangnya harus diserahkan dan diterima oleh pembeli. Sedangkan dalam KUH Perdata, jual beli, barangnya boleh saja belum diserahkan dan hargnya belum dibayar. Dalam Hukum Islam sahnya jual beli tidak hanya cukup dengan kata sepakat karena ada rukun dan sarat. Sedangka dalam KUH Perdata sahnya jual beli cukup dengan kata sepakat. Dasar hukumnya yaitu pasal 1458 KUH Perdata.


Keywords


Keabsahan Jual beli, Fiqih Muamalah, KUH Perdata

References


Dr. Neneng Nurhasanah, MUDHARABAH dalam Teori dan Praktik, PT Refika Aditama, Bandung, 2015,

Hartono Soerjopratikjo, Aneka Jual Beli, ( Yogyakarta ) : Seksi Notariat Fakultas Hukum Gajah Mada, 1982.

https://amelia27.wordpress.com/2008/12/03/syarat-sahnya-perjanjian-pasal-1320-kuhperdata.pukul 15:30 tanggal 25 April 2017.

Jonh M. Echols and Hassan Shadily, An Englis-Indonesia Dictionary, ( Jakarta ), Penertbit PT. Gramedia pustaka Utama, 2010.

Muhammad bin Isma’il Al-Khalani, Subul As-Salam, Juz 3, Maktabah Mushthafa Al-Babiy Al-Halabiy, Mesir , cet. IV, 1960.

Polak, Hukum Perdata tertulis di Indonesia, terj. Sulwan, ( Jakarta ) : JB. Rolter, graningan, 1953.

Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, ( Bandung ), Alimni, 1992, cet ke-3.

Sayid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, juz 3, Dar Al-Fikr, Beirut, cet. III, 1981.

Sayyid Quthb, Tafsif fi Dzhilalil Qur’an, Jilid I, Jakarta: Gema Insani Press, 2000.

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Cet. Ke- 4, CV. Rajawali, Jakarta, 1982.

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta. PT.Intermasa, 1987.

Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-islamiy wa Adillatuh, Juz 4, Dar Al-Fikr, Damaskus, 1989.




DOI: http://dx.doi.org/10.29313/syariah.v3i2.6867

Flag Counter   Â