Pendapat Ulama NU, Persis, dan Muhammadiyah tentang Wakaf Uang Dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Abstract
Abstract.Waqf is one of the Islamic social institutions that can support the social justice, especially among Islamic community. Waqf properties should not be limited to things that do not move, but also moving object such as cash waqf. Cash waqf is already discussed by Ulama, one of them is Imam az-Zuhri that allow cash waqf (in dinar and dirham). Each Islamic organizations have their own views and reasons concerning waqf and implementation. From that phenomenon, the researchers formulate the problem in the form of question as follows: how the provisions of the Islamic waqf and the opinions of NU, Persis, and Muhammadiyah Ulama about cash waqf associated with Law Number 41 Of 2004 concerning Waqf. The method used in this study is a comparative analysis. The source of this research is the primary from interview with NU, Persis, and Muhammadiyah Ulama. The techniques that used to collect data are documentation and interview. The analysis technique that used in this research is descriptive comparative qualitative analysis. Based on the results of the overall study show that the previsions of the Islamic waqf is not specifically described, both the Qur’an and hadith only explain in general, but there are verses in the Qur’an that can be the basis of waqf is QS. Ali-Imran [3]: 92 and QS. Al-Baqarah [2]: 261 and HR. Muslim, Bukhari, Al-Tirmidzi and Al-Nasa’i. As for the opinion of NU Ulama that allow cash waqf to use the money as working capital and the money is deposited in Islamic Financial Institutions and the advantages is given to mauquf ‘alaih. Persis Ulama allow cash waqf in order to make money to be invested and the advantages used for the benefit of Muslims. While Muhammadiyah Ulama allow cash waqf with more emphasis on the function of waqf itself is for the benefit of the people regardless of whether it is the moving objects of waqf or not moving objects. So it can be concluded that all three Ulama opinions are accordance with Law Number 41 Of 2004 concerning Waqf.
Abstrak.Wakaf adalah salah satu lembaga sosial Islam yang dapat diandalkan untuk menunjang agenda keadilan sosial khususnya di kalangan masyarakat Islam. Barang-barang yang diwakafkan hendaknya tidak dibatasi pada benda yang tidak bergerak saja, tetapi juga benda bergerak seperti wakaf uang. Wakaf uang sebenarnya sudah menjadi pembahasan ulama terdahulu, salah satunya Imam az-Zuhri yang membolehkan wakaf uang (saat itu dinar dan dirham). Masing-masing Ormas Islam mempunyai pandangan dan alasan tersendiri mengenai wakaf maupun implementasinya. Dari fenomena tersebut, maka penulis menyusun rumusan masalah ke dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: bagaimana ketetentuan wakaf dalam Islam dan pendapat ulama NU, Persis, dan Muhammadiyah tentang wakaf uang dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis komparatif. Sumber penelitian ini adalah data primer hasil wawancara dengan ulama NU, Persis, dan Muhammadiyah. Teknik pengumpulan data adalah dokumentasi dan wawancara. Teknik analisa data yang digunakan adalah analisis kualitatif deskriptif komparatif. Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan menunjukkan bahwa ketentuan wakaf dalam Islam tidak dijelaskan secara khusus, baik al-Qur’an maupun hadits hanya menjelaskan secara umum, tetapi terdapat ayat al-Qur’an yang dapat dijadikan landasan mengenai wakaf yaitu QS. Ali-Imran [3]: 92 dan QS. Al-Baqarah [2]: 261 serta HR. Muslim, Bukhari, Al-Tirmidzi dan Al-Nasa’i. Adapun pendapat ulama NU membolehkan wakaf uang adalah dengan catatan menjadikan uang tersebut sebagai modal usaha dan uang tersebut disimpan di Lembaga Keuangan Syariah kemudian keuntungan yang diperolehnya diberikan kepada mauquf ‘alaih. Ulama Persis membolehkan wakaf uang artinya menjadikan sejumlah uang untuk diinvestasikan dan hasilnya digunakan untuk kepentingan umat muslim. Sedangkan ulama Muhammadiyah membolehkan wakaf uang dengan lebih menitikberatkan pada fungsi dari wakaf itu sendiri yaitu untuk kebaikan umat tanpa membedakan apakah itu wakaf benda bergerak atau benda tidak bergerak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga pendapat ulama ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
Keywords
Full Text:
PDF (Bahasa Indonesia)References
Abdul Aziz Setiawan, Peneliti pada SEBI Research Center, http://www.hukumonline.com. Diakses tanggal 26 April 2016.
Ahmad Azhar Basyir, Ijtihad Dalam Sorotan, Mizan, Bandung, 1988.
A. Hassan, Tarjamah BULUGHUL-MARAM, cet. XXVIII, CV Penerbit Diponegoro, Bandung, 2011.
A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, Pustaka Progresif, Surabaya, 1997.
Depag-RI, Pedoman Pengelolaan Wakaf Uang, Direktorat Jendral Bimas Islam, Jakarta, 2003.
Jaih Mubarok, Wakaf Produktif, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, 2008.
M.A. Mannan, Sertifikat Wakaf Tunai Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam, diterjemahkan oleh Tjasmijanto dan Rozidyanti, CIBER-PKTTI-UI, Jakarta, 2001.
Sahih Muslim, Juz III, Al-Maktabah Al-Syamilah, hlm. 1255.
Tim Dirjen Bimas Islam dan Penyelengaraan Haji Depag-RI, Pedoman Pengelolaan Wakaf Uang, Direktorat Jenderal Pengembangan Zakat dan Wakaf Direktorat Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Jakarta, 2005.
Wawancara dengan Maftuh Kholil di Bandung, 28 April 2016.
Wawancara dengan Jeje Jaenuddin di Bandung, 30 April 2016.
Wawancara dengan Atang Abdul Hakim di Bandung, 9 Mei 2016.
DOI: http://dx.doi.org/10.29313/syariah.v3i1.5421
  Â