Tinjauan Akad Rahn dalam Fikih Muamalah terhadap Praktik Utang Piutang dengan Jaminan Sawah
Abstract
Abstract. Pawn (Rahn) is an agreement to deliver goods as collateral for debt. the right of the pledge recipient (murtahin) on the pledged item (marhun) is only allowed to hold and as long as the pledge item is in the hands ofpawner the pawning recipient, the recipient does not have the right to use the pledged item. However, the existing practice in Panyocok Village is that during the transaction, pawn recipients (murtahin) take advantage of the harvest from marhun (rice fields). This study aims to answer the main problem, how is the practice of debt collateral with rice field collateral in Panyocok village, Bandung district and how to review the Rahn contract in fiqh muamalah on the practice of debt and credit collateral with rice fields in Panyocok village, Bandung regency. The research method used in this research is qualitative with the juridical normative approach, research data is obtained through field research and literature study. Then the data is compiled systematically using the deductive method and data related to the practice of debt and credit with rice field collateral in Panyocok village is analyzed based on Akad Rahn's theory. The results show that first, in practice this practice is categorized as a false pawning practice because it does not meet therequirements rahn in sighat (ijab kabul), when the debt cannot be repaid, there is a saying between rahin and murtahin regarding the extended time limit, this is an agreement that is not in accordance with the initial agreement, and can harm Rahin. Second, as long as thecontract rahn lasts, the murtahin has the right to take advantage of the collateral. So it can be seen that the function of Marhun here is only as a guarantor. Becauseshould murtahin only be allowed to hold their belongings, while the ownership rights are still inhands Rahin's. So that the practice of pawning violates the rahn contract and has implications for riba qardh. Â
Keywords: Debts (Qardh), Pawn (Rahn), Field Guarantee
Abstrak. Gadai (Rahn) merupakan perjanjian penyerahan barang sebagai jaminan utang. hak penerima gadai (murtahin) terhadap barang gadai (marhun) hanya diperbolehkan menahan dan selama barang gadai ada ditangan penerima gadai, maka penerima gadai tidak memiliki hak untuk memanfaatkan barang gadai. Namun praktik yang ada di Desa Panyocokan, selama transaksi berlangsung, penerima gadai (murtahin) memanfaatkan hasil panen dari marhun (sawah). Penelitian ini bertujuan untuk menjawab kepada pokok permasalahan, bagaimana praktik utang piutang dengan jaminan sawah di desa panyocokan kabupaten Bandung dan bagaimana tinjauan akad rahn dalam fikih muamalah terhadap praktik utang piutang dengan jaminan sawah di desa Panyocokan Kabupaten Bandung. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan Yuridis Normatif, data penelitian didapatkan melalui field research dan studi pustaka. Kemudian data disusun secara sistematis menggunakan metode deduktif dan data terkait dengan praktik utang piutang dengan jaminan sawah di desa Panyocokan di analisis berdasarkan teori Akad Rahn. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, dalam pelaksanaannya praktik ini dikategorikan kepada praktik gadai yang bathil karena tidak memenuhi syarat rahn dalam sighat (ijab kabul), ketika utang nya tidak bisa dilunasi, ada ucapan antara rahin dan murtahin mengenai batas waktu yang dipepanjang, hal ini  terdapat kesepakatan yang tidak sesuai dengan kesepakatan awal, dan dapat merugikan pihak rahin. Kedua, selama akad rahn ini berlangsung murtahin memiliki hak untuk memanfaatkan barang jaminan. Sehingga dapat dilihat bahwa fungsi marhun disini hanya sebagai penjamin. Karena seharusnya murtahin hanya diperbolehkan untuk menahan barangnya, sementara untuk hak kepemilikan masih berada di tangan rahin. Sehingga praktik gadai ini melanggar akad rahn dan berimplikasi kepada riba qardh.Â
Kata Kunci: Utang Piutang (Qardh) , Gadai (Rahn), Jaminan Sawah.Keywords
Full Text:
PDFReferences
Adam, P. (2017). Fikih Muamalah Maliyah (Konsep, Regulasi, dan Implementasi). Bandung: PT. Refika Aditama.
Anwar, S. (2007). Hukum Perjanjian Syariah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Cahyadi, A. (2014). Mengelola Hutang dalam Perspektif Islam. ESENSI (Jurnal Bisnis dan Manajemen), 67.
Hadi, A. A. (2019). Fikih Muamalah Kontemporer. Depok: Rajawali Pers.
Hannanong, I. (2018). Al-Qardh Al-Hasan: Soft and Benevolent Loan pada Bank Islam. Diktum (Jurnal Syari'ah dan Hukum), 123-154.
Hannanong, I. (2018). Al-Qardh Al-Hasan: Soft and Benevolent Loan Pada Bank Islam. Diktum (Jurnal Syari'ah dan Hukum).
Hasan, M. A. (2004). Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Ihtiar, H. W. (2016). Analisis Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 92/DSN-MUI/IV/2014 tentang Pembiayaan yang Disertai Rahn. An-Nisbah: Jurnal Ekonomi Syariah, 24.
Mardani. (2019). Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana.
RI, D. A. (2004). Al-Quran dan Terjemahannya. Surabaya: Mekar Surabaya.
Suhendi, H. (2007). Fiqh Muamalah . Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Surepno. (2018). Studi Implementasi Akad Rahn (Gadai Syariah) Pada Lembaga Keuangan Syariah. TAWAZUN : Journal of Sharia Economic Law.
Sutedi, A. (2011). Hukum Gadai Syariah. Jakarta: Alfabeta.
Suwandi. (2016). Kedudukan Jaminan antara Utang Piutang dan Rahn. Jurisdictie : Jurnal Hukum dan Syariah , 204.
Syaibah, A. B. (1409 H). Al-Mushannaf fi alhadits wal atsar. Riyadh.
DOI: http://dx.doi.org/10.29313/syariah.v7i1.24849
  Â