Praktik Tradisi Kawin Lari yang Dilakukan Masyarakat Sade (Lombok) Dihubungkan dengan Ketentuan Usia Kawin Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Abstract
Keywoord : Elope, Age Limit, Legal Security
Abstrak, “Kawin Lari (Merarik)â€, adalah untuk terjadinya suatu perkawinan, dimana perempuan yang mau dikawini harus di bawa lari, ini merupakan tindakan yang legal dan dibenarkan secara hukum adat. Lamaran atau pinangan pada adat ini tidak dianut karena anggapan pihak keluarga perempuan melamar sama dengan meminta yang diartikan sama dengan meminta barang, hal ini yang membedakan dengan keberadaan makna kawin lari pada suku-suku lainnya di Indonesia yang memberi makna buruk dan patut dihukum secara adat, pada masyarakat adat Desa Sade justru hal ini dianjurkan secara adat, jika tidak dilakukan seolah-olah bermakna buruk bagi kehidupan sosial kemasyarakatan adat di Desa Sade Lombok Tengah. Rentan usia kawin lari yang dilakukan suku Sasak Desa Sade ialah, sejak umur 8 (delapan) tahun, anak-anak perempuan suku Sasak sudah diajari menenun supaya mereka mewarisi bakat turun temurun leluhur mereka dan bisa mencari nafkah sendiri. Dari situlah mereka dapat dikatakan dewasa dan dapat dikatagorikan sebagai wanita yang dapat menikah menurut adat setempat. Adapun beberapa alasan yang melatarbelakangi masyarakat Lombok melakukan perkawinan dengan cara kawin lari ini adalah karena itu merupakan adat istiadat yang memang sudah ada dan membudaya dalam masyarakat dan ini dilakukan oleh sebagaian besar masyarakat di Lombok. Alasan yang kedua adalah karena adanya pertentangan yang didapatkan dari orang tua mengenai hubungan yang dijalani sehingga dipilihlah cara kawin lari ini sebagai jalan keluarnya. Alasan selanjutnya adalah ketidak tahuan dari pihak perempuan bahwa dirinya dibawa lari oleh pasangannya. Berdasarkan latar belakang di atas bagaimana keabsahan perkawinan dibawah umur dalam adat kawin lari di masyarakat Sade, Lombok dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ?, Bagaimana kepastian hukum dari perkawinan adat dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ?. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif, serta spesifikasi penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analisis. Batas umur melakukan perkawinan lari di masyarakat Sade seorang wanita dilihat dari kondisi fisik, yaitu ketika sudah haid, mampu mencari nafkah , bertanggung jawab untuk diri sendiri dan mampu berkeluarga dan mendapatkan keturunan, buah dada sudah menonjol berarti ia sudah dewasa. Bagi anak pria ukurannya hanya dilihat dari perubahan suara, bangun tubuh, sudah mengeluarkan air mani atau mempunyai nafsu seks. Sehingga dikatakan mampu untuk melakukan perkawinan dilihat dari kedwasaannya bukan dari batas umurnya. Sedangkan Dalam hukum adat perkawinan yang dilakukan memiliki kepastian hukum, terkait dengan batas umur. Adanya kepastian hukum apabila masyarakat adat meyakini hukum adat tersebut dan terdapat pula kepastian hukum bagi yang meyakini undang-undang perkawinan. Namun apabila kita lihat terkait batas umur dalam hukum adat, undang-undang perkawinan tidak memberikan kepastian hukum karena dalam undang-undang perkawinan sudah dijelaskan secara pasti bahwa batas umur boleh melakukan perkawinan bagi seorang wanita yaitu 16 tahun dan bagi laki-laki 19 tahun.
                                              Â
Kata kunci : Kawin Lari, Batas Umur, Kepastian Hukum.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Buku :
Harumiati Natadimaja, Hukum Perdata Mengenai Hukum Perorangan dan Hukum Benda, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009.
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia menurut perundangan, hukum adat, hukum agama,cet.2, Mandar maju, bandung, 2007.
Purwadi, Upacara Tradisional Jawa , Menggali Untaian Kearifan Lokal, Pustaka Pelajar, Yogyakarta , 2005.
Tolib Setiyady, Intisari Hukum Adat Indonesia (Dalam Kajian Kepustakaan), Alfabeta, Bandung, 2013.
Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Sumber Hukum Lain
Farida Ariany, “Tradisi Kawin Cerai Pada Masyarakat Adat Suku Sasak Lombok Serta Akibat Hukum Yang Ditimbulkannyaâ€, Jurnal Sangkareang Mataram, Volume 2, No. 4, Desember 2016, Nusa Tenggara Barat.
Franky Dontin Tobing, Hukum Perkawinan Adat, https://www.slideshare.net/frankyltobing/hukum-perkawinan-adat , Hukum Perkawinan Adat, [diakses pada tanggal 3 Mei 2017, jam 21.35 WIB].
Iri Hamzah, Pelaksanaan Pernikahan Adat Suku Anak Dalam Menurut Hukum Adat Dan UU No 1 Tahun 1974 (Studi Kasus Di Taman Nasional Bukit 12 Jambi), Skripsi, Universitas Sunan Kalijaga Yogyakarta, Yogyakarta, 2012.
St Jumhuriatul Wardani, Adat Kawin Lari “Merariq†Pada Masyarakat Sasak (Studi Kasus di Desa Sakra Kabupaten Lombok Timur), Skripsi, Universitas Negeri Semarang, Semarang, 2009.
DOI: http://dx.doi.org/10.29313/.v0i0.8931
   Â