Akibat Hukum Pelaksanaan Putusan Pailit Terhadap Para Pihak Dan Perlindungan Hukumnya Bagi Investor Pt Cipaganti Citra Graha, Tbk Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Pembayaran Utang
Abstract
Abstract. Based on article 2 (1) of Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Payment Obligations. Bankruptcy aims to prevent bankrupt debtors from committing actions that can further harm the interests of creditors and so that the distribution of debtor assets among creditors is guaranteed in accordance with the Principle of Pari Passu Pro Rata Parte (dividing debtor's assets proportionally to concurrent creditors. based on consideration of the amount of each bill). In the case of the Cipaganti Karya Guna Persada Cooperative (KCKGP) which was declared bankrupt in 2016, the curator of the Jakarta Harta Peninggalan has the authority to manage or settle bankruptcy assets. However, the bankruptcy decision was considered to have a detrimental effect on cooperative partners as concurrent creditors, in fact, until 2019, legal counsel from various law offices reopened the case and still hoped that the funds that had been invested in the cooperative could be returned. This occurs because the case has not yet been resolved due to the many factors experienced by the curator, namely because the assets of the Cipaganti Group that received funds from the cooperative partner's participation capital were not used properly. This research was conducted to determine the responsibility of the Cipaganti Karya Guna Persada (KCKGP) Cooperative to Cooperative Partners as concurrent creditors, to find out how to settle debtor assets due to the bankruptcy decision assigned to the curator and how legal protection is obtained by investors (partner) PT Cipaganti Citra Graha. Based on the results of this study, parties from PT. Cipaganti Citra Graha, TBK is less responsible for the problems created in paying its investors, this is because the investment capital from partners is mostly used for operational activities or installments on loans from banks, which are carried out by the Cipaganti Group in developing its businesses. which in fact are still fluctuating or not all are operational and have not been able to provide profit to the partners of the Cipaganti Karya Guna Persada (KCKGP) Cooperative for raising from their participating capitalÂ
Abstrak. Berdasarkan pasal 2 (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Kepailitan bertujuan untuk mencegah debitur pailit agar tidak lagi melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para kreditur lagi dan agar pembagian harta kekayaan debitur diantara para kreditur agar terjamin sesuai dengan Asas Pari Passu Pro Rata Parte (membagi secara proposional harta kekayaan debitur kepada para kreditur konkuren berdasarkan pertimbangan besarnya tagihan masing-masing). Dalam kasus Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada (KCKGP) yang di nyatakan pailit pada tahun 2016, kurator dari Balai Harta Peninggalan Jakarta berwenang sebagai pengurus atau pemberesan harta pailit. Namun keputusan pailit pun dinilai berdampak merugikan Mitra koperasi sebagai kreditur konkuren, kenyataannya hingga tahun 2019, Kuasa Hukum dari berbagai Kantor Pengacara membuka kembali kasus dan masih terus berharap dana yang telah diinvestasikan kepada koperasi dapat dikembalikan. Hal ini terjadi karena kasus yang belum kunjung usai karena banyaknya faktor yang di alami oleh kurator yaitu karena aset-aset dari Cipaganti Group yang mendapatkan dana dari modal penyertaan mitra koperasi tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tanggung jawab atas Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada (KCKGP) terhadap para Mitra Koperasi sebagai kreditur konkuren, mengetahui cara pemberesan harta kekayaan debitur akibat putusan pailit yang di tugaskan kepada pihak kurator dan bagaimana perlindungan hukum yang di dapatkan oleh para investor (mitra) PT Cipaganti Citra Graha. Berdasarkan hasil penelitian ini, pihak dari PT. Cipaganti Citra Graha, TBK kurang bertanggung jawab atas permasalahan yang dibuat dalam membayar para investornya, hal ini di sebabkan karena modal penyertaan dari para mitra lebih banyak digunakan untuk kegiatan operasional atau cicilan atas pinjaman dari bank, yang dilakukan oleh Cipaganti Group dalam pengembangan usaha-usahanya yang bahkan masih bersifat fluktuatif atau belum semua beroperasi dan belum dapat memberikan profit kepada para mitra Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada (KCKGP) atas penghimpunan dari modal penyertaannya.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tentang Kepailitan dan PKPU.
R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Dagang, Intermasa, Jakarta, 1995, Hlm. 28. Adi Nugroho. Susanti, Hukum Kepailitan di Indonesia, Prenadademia Group, Jakarta, 2018.
Sutan Remy Sjadeini, Hukum Kepailitan; Memahami Undang-Undang No.34 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, Cet Ke III. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. 2009.
Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998.
Dedy Tri Hartono, “Perlindungan Hukum Kreditur Berdasarkan Undang-Undang Kepailitanâ€, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Vol. 4, No. 1, 2016.
Kartini Muljadi, “Actio Paulina dan Pokok-pokok tentang Pengadilan Niagaâ€, dalam Rudhy A. Lontoh, Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Alumni, Bandung, 2001.
Ratna Januarita dan Yeti Sumiyati, Legal Risk Management: Can the Covid-19 Pandemic be Included as a Force Majeure Clause in a Contract?, International Journal of Law and Management, Vol. 63, No. 1.
DOI: http://dx.doi.org/10.29313/.v7i1.25075
   Â