Upaya Penegakan Hukum terhadap Terdakwa Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang ditinjau dari Penerapan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Abstract
Abstract. Crime of trafficking in persons is a transnational crime that is a concern of countries in the world. At the beginning of its development it is not yet a criminal offense, so that there is no penalty regulating. Then, during the independence period it was declared an act that was against the law. The Indonesian government criminalized it with Article 297 of the Criminal Code, then Law Number 21 of 2007 concerning Eradication of Criminal Trafficking in Persons was aimed at eradicating TPPO as a refinement of previous regulations so that it could ensnare any new activity or mode of trafficking in persons. The author here wants to examine how law enforcement efforts and how relevant the application of Law Number 21 of 2007 concerning the eradication of the Criminal Act of Trafficking in Persons (No.43 / PID.SUS / 2016 / PT.MDN). The research method is normative juridical. The results of this study indicate that law enforcement against TPPO defendants if reviewed from Law Number 21 of 2007 has been comprehensive in the prevention and control of trafficking in persons. The imposition of sanctions has been very heavy, compared to sanctions in the Criminal Code. But problems arise, people do not understand the dangers and impacts of trafficking. Even though Law Number 21 Year 2007 contains many provisions regarding the definition of victims, forms of victim protection through their rights. It is different from the KUHAP which does not define victims explicitly, even though the victims are the main framework in efforts to enforce TPPO law. In law enforcement against TPPO, the criminal procedural law used is regulated in Law Number 8 of 1981, whose provisions are expanded such as evidence that can be used in trials and provisions regarding the trial in absentia. Law enforcement in the real TPPO in the field is still oriented towards the Criminal Procedure Code which prioritizes the rights of suspects and defendants so that they pay little attention to victims' rights and disrupt the process of relevance of Law Number 21 of 2007.
Keywords: People Trafficking, Law Enforcement Efforts, Implementation Process.
Abstrak. Tindak pidana perdagangan orang merupakan kejahatan transnasional yang menjadi keprihatinan negara di dunia. Pada awal perkembangannya belum merupakan tindak pidana, sehingga tidak ada hukuman yang mengatur. Kemudian, pada masa kemerdekaan dinyatakan sebagai tindakan yang melawan hukum. Pemerintah Indonesia mengkriminalisasinya dengan Pasal 297 KUHP, Kemudian Hadir Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang ditujukan untuk memberantas TPPO sebagai penyempurnaan aturan sebelumnya agar dapat menjerat setiap kegiatan atau modus baru perdagangan orang. Penulis disini ingin mengkaji bagaimana upaya penegakan hukum dan seberapa relevan penerapan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dalam Putusan (No.43/PID.SUS/2016/PT.MDN). Metode penelitiannya adalah yuridis normatif. Hasil studi ini menunjukan bahwa penegakan hukum terhadap terdakwa TPPO jika dikaji dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 sudah bersifat komperhensif dalam pencegahan dan penanggulangan perdagangan orang. Pengenaan sanksi sudah sangat berat, dibanding sanksi dalam KUHP. Namun muncul kendala, masyarakat belum paham bahaya dan dampak dari perdagangan orang. Padahal Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 memuat banyak ketentuan mengenai definisi korban, bentuk-bentuk perlindungan korban melalui hak-hak yang dimilikinya. Berbeda dengan KUHAP yang tidak mendefinisikan korban secara tegas, padahal korban sebagai kerangka utama dalam upaya penegakan hukum TPPO. Dalam penegakan hukum terhadap TPPO, hukum acara pidana yang digunakan diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, yang ketentuannya diperluas seperti alat bukti yang dapat digunakan dalam persidangan dan ketentuan mengenai sidang in absentia. Penegakan hukum TPPO secara riil dilapangan masih berorientasi terhadap KUHAP yang lebih mengutamakan hak-hak tersangka maupun terdakwa sehingga kurang memperhatikan hak-hak korban dan mengganggu proses relevansi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007.
Kata Kunci : Perdagangan Orang, Upaya Penegakan Hukum, Proses Penerapan.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Kedutaan Besar dan Konsultan AS di Indonesia, Laporan Tahunan Perdagangan Orang 2018.
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002,
Kitab Undang - Undang Hukum Pidana.
DOI: http://dx.doi.org/10.29313/.v0i0.16400
   Â