Mekanisme Penangkapan Pelaku Terorisme Pasca Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Dikaitkan Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia

Rinaldy Ardiansyah Siregar

Abstract


Abstract. Indonesia is a country based on law that has an obligation to respect, uphold and protect human rights guaranteed by the constitution with all state apparatus it has, including the police. The authority of the police which is vulnerable to human rights violations is an arrest act carried out by members of Special Detachment 88 (Special Detachment 88) which was formed specifically to combat acts of terrorism in Indonesia. Now Law No. 5 of 2018 Anti-terrorism has provided a legal umbrella for police officers who emphasize two things prevention and repression from an early age, meaning that the police do not have to wait for terrorists to commit acts of terror to arrest him. The expansion of the arrest authority has the potential to cause human rights violations and is not transparent. As was the case with the arrest of terrorists who took place in the City of Padang in 2018, in which the arrests were judged arbitrarily.This researcher aims to find out the arrest mechanism of terrorists before the revision of Law No. 15 of 2003 and after being revised through Law No.5 of 2018 Anti-terrorism, it also aims to find out the implications of the mechanism of arrest of terrorists Act No. 15 of 2003 after being revised through Law No 5 of 2018. The method in this paper uses the normative jurisdiction approach by reviewing the laws and regulations. The normative juridical method is legal research by examining secondary data in the form of legislation, theory, various literature, internet and conceptions from scholars who explain the arrest of terrorists. With this research, it is expected to be a material consideration for the mechanism of arrest of terrorist actors in Indonesian criminal law.

Keywords: Terrorism, Arrest, Human Rights.

Abstrak. Indonesia merupakan negara yang berdasarkan hukum yang berkewajiban untuk menghormati, menjunjung tinggi dan melindungi hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi dengan semua perangkat negara yang dimilikinya, termasuk kepolisian. Wewenang kepolisian yang rentan dengan pelanggaran HAM adalah tindakan penangkapan yang dilakukan oleh anggota Densus 88 (Detasemen Khusus 88) yang dibentuk khusus untuk menanggulangi aksi terorisme di Indonesia. Kini UU No 5 tahun 2018 Antiterorisme telah memberikan payung hukum bagi aparat kepolisian yang menekankan pada dua hal pencegahan dan penindakan sejak dini, artinya kepolisian tidak harus menunggu pelaku terorisme itu melakukan aksi teror untuk menangkapnya. Perluasan wewenang penangkapan tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia dan tidak transparan. Seperti halnya penangkapan pelaku terorisme yang terjadi di Kota Padang tahun 2018 lalu, yang mana penangkapannya dinilai dilakukan dengan sewenang-wenang. Penelitin ini bertujun untuk mengetahui mekanisme penangkapan pelaku terorisme sebelum revisi UU No.15 tahun 2003 dan setelah direvisi melalui UU No.5 tahun 2018 Antiterorisme, selian itu juga bertujuan untuk mengetahui implikasi mekanisme penangkapan pelaku terorisme UU No 15 tahun 2003 setelah direvisi melalui UU No 5 tahun 2018. Metode dalam penulisan ini penulis menggunkan metode pendektan yurisdis normatif dengan melakukan tinjaun terhadap peraturan perundang-undangannya. Metode yuridis normtif merupakan penelitian hukum dengan cara meneliti data sekunder yang berupa peraturan perundang-undangan, teori, berbagai literatur, internet serta konsepsi dari para sarjana yang menjelaskan tentang penangkapan pelaku terorisme. Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan mengenai mekanisme penangkapan pelaku terorisme dalam hukum pidana indonesia.

Kata kunci: Terorisme, Penangkapan, Hak Asasi Manusia.


Keywords


Terorisme, Penangkapan, Hak Asasi Manusia

Full Text:

PDF

References


Ali Masyhar, Gaya Indonesia Indonesia Menghadang Terorisme, MandarMaju, Bandung, 2009.

Hafid Abbas, Beyond Terrorism: Perspektif Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2002.

Mien Rukmini, Mien Rukmini, Perlindingan HAM melalui Asas Praduga tak Bersalah dan Asas Persamaan Kedudukan dalam Hukum pada Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Alumni, Bandung, 2009.

Wiryono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sumur Bandung, Bandung, 1982.




DOI: http://dx.doi.org/10.29313/.v0i0.16364

Flag Counter     Â