Perbandingan Kloramfenikol dengan Seftriakson terhadap Lama Hari Turun Demam pada Anak Demam Tifoid

Fuzna Avisha Nuraini, Herry Garna, Titik Respati

Abstract


Demam tifoid merupakan penyakit yang mengancam kesehatan masyarakat di Indonesia. Tatalaksana demam tifoid meliputi istirahat, perawatan, diet, terapi penunjang, serta pemberian antibiotik. Kloramfenikol masih menjadi obat pilihan pertama pengobatan demam tifoid anak tetapi telah terjadi multi drug resistance (MDR) strain termasuk kloramfenikol. Obat alternatif untuk pengobatan demam tifoid selain kloramfenikol di antaranya seftriakson. Respons efektivitas antibiotik salah satunya dapat dinilai berdasarkan lama turun demam dan lama rawat inap di rumah sakit. Tujuan penelitian yaitu mengetahui perbedaan lama hari turun demam anak demam tifoid antara kloramfenikol dan seftriakson. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan design cross sectional terhadap anak demam tifoid yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Al-Ihsan menggunakan data rekam medik periode tahun 2014. Penelitian dilakukan pada Maret 2015 sampai dengan April 2015. Uji statistik menggunakan metode uji Mann Whitney. Hasil pengujian pada penelitian ini menunjukkan bahwa lama hari turun demam pada kelompok antibiotik seftriakson yaitu sebesar 2 hari, sedangkan kelompok kloramfenikol 5 hari (p= 0,000) dengan Odds Ratio 299,6. Simpulan, lama hari turun demam kelompok seftriakson lebih cepat daripada kelompok kloramfenikol dalam mempengaruhi lama hari turun demam anak demam tifoid.


Keywords


Demam tifoid, kloramfenikol, lama hari turun demam, seftriakson

References


Mardiastuti HW, Karuniawati A, Kiranasari A, Ikaningsih, Kadarsih R. Situasi terkini di Asia, Eropa, Amerika Serikat, Timur Tengah, dan Indonesia. Emerg Resistance Pathogen. 2007 Maret;57(3):76.

Crump JA, Luby SP, Mintz ED. The global burden of typhoid fever. Bull WHO. 2004 Maret;82(5):346–53.

Rampengan TH, Laurent IR, penyunting. Demam tifoid: penyakit infeksi tropik pada anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1993.

Keputusan Menteri Kesehatan No. 364 Tahun 2006. Pedoman Pengendalian Demam Tifoid.

Musnelina L, Afdhal AF, Gani A, Andayani P. Pola pemberian antibiotika pengobatan demam tifoid anak di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta tahun 2001–2002. Makara Kesehatan. 2004 Juni;8(1):27–31.

Rampengan NH. Antibiotik terapi demam tifoid tanpa komplikasi pada anak. Sari Pediatri. 2013 Februari;14(5):272–6.

Rismarini, Anwar Z, Merdjani A. Perbandingan efektifitas klinis antara kloramfenikol dan tiamfenikol dalam pengobatan demam tifoid pada anak. Sari Pediatri. 2001 September;3(2):83–7.

Mispari, Rusli, Stevani H. Analisis efektivitas biaya pengobatan demam tifoid dengan menggunakan siprofloksasin dan seftriakson di rumah sakit umum haji Makassar tahun 2010–2011. Majalah Farmasi dan Farmakologi. 2011 Juli;15(2):73–6.

Adisasmito AW. Penggunaan antibiotik pada terapi demam tifoid anak di RSAB Harapan Kita. Sari Pediatri. 2006 Desember;8(3):174–80.

Herawati MH, Ghani L, Pramono D. Hubungan faktor determinan dengan kejadian demam tifoid di Indonesia tahun 2007. Media Peneliti dan Pengembang Kesehatan. 2009;19(4):165–73.

Pramitasari OP. Faktor risiko kejadian penyakit demam tifoid pada penderita yang dirawat di rumah sakit umum daerah ungaran.J Kes Mas. 2013 Januari;2(1):1–10.

Sidabutar S, Satari HI. Pilihan terapi empiris demam tifoid pada anak: kloramfenikol atau seftriakson. Sari Pediatri. 2010 April;11(6):434–9.

Bunga S, Pajeriaty, Darmawan S. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian demam thypoid di wilayah kerja puskesmas kassi-kassi Makassar (diunduh 19 Juni 2015). Tersedia dari: e-library stikes nani hasanuddin.

Nani, Muzakkir. Kebiasaan makan dengan kejadian demam typhoid pada anak. J Pediat Nurs. 2014 Juli;1(3):143–48.

Nirmala WK, Delita N, Susanto D, Dany F, penyunting. Katzung Bertram G farmakologi dasar dan klinik. Edisi ke-10. Jakarta: EGC; 2010.




DOI: http://dx.doi.org/10.29313/kedokteran.v0i0.1498

Flag Counter    Â