Studi Deskriptif Mengenai Juvenile Delinquency pada Siswa Kelas XI SMA LPPN Bandung

Anisa Fauziyah, Indri Utami Sumaryanti

Abstract


Abstract. As Humans will develop lifelong where all phases of development in this life will be passed by each individual. At each phase of the development will pass through various kinds of problems in one of them in the juvenile phase. The development of adolescence takes place between the ages of 12-21 years. Teens also defined as a developmental period of transition between childhood and adulthood, followed by changes in biological, cognitive, and socioemotional (Santrock, 1998). In the transition period is likely to cause a crisis marked by the emerging trend of deviant behavior, in certain circumstances such deviant behavior becomes disruptive behavior (Ekowarni, 1993). Raises the disturbing behavior of juvenile delinquency or also called the Juvenile delinquency. Juvenile delinquency or juvenile delinquency is evil behavior or delinquency of young people who are symptoms of illness (pathological) socially. This study aimed to describe Juvenile delinquency that occurs in class XI SMA LPPN Bandung by using descriptive analysis of 59 students. Measuring instruments used in the form of a questionnaire compiled by the theory Juvenile delinquency of Santrock (2012) which consists of 110 items of questions by combining factors that can favor the occurrence of juvenile delinquency by using a Likert scale to measure two categories: Status offenses and Index offenses. The results of data processing showed 33 students or 56% of the students were on the Status offenses while 26 students or 24% in the Index offenses Factors that supports high in the category of status offenses lies in the influence of peers, self-control danidentitas while the factors that support the category Index offenses are influence of peers, identification and control and followed by parents' parenting. Students follow the behavior displayed by his friends, including involvement in the brawl and miss school are made in the students as a sense of solidarity with a friend. students already know the difference between the behavior of the data received by the environment and attitude that can not be accepted by the environment but failed to develop adequate controls in the use of these differences and some students do not have the shadow about what would be achieved in the short term and long term students still follow the call of his friends.

 

Abstrak. Sebagai Manusia akan mengalami perkembangan yang berlangsung seumur hidup dimana seluruh fase perkembangan dalam hidup ini akan di lalui oleh masing-masing individu. Pada setiap fase perkembangan akan melewati berbagai macam permasalahan salah satunya pada fase remaja. Perkembangan masa remaja berlangsung antara umur 12-21 tahun. Remaja juga didefinisikan sebagai suatu periode perkembangan dari transisi antara masa anak-anak dan dewasa, yang diikuti oleh perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional (Santrock, 1998). Pada masa transisi tersebut kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang, pada kondisi tertentu perilaku menyimpang tersebut menjadi perilaku yang mengganggu (Ekowarni, 1993). Perilaku menggangu tersebut  menimbulkan kenakalan remaja atau di sebut juga dengan Juvenile Delinquency. Juvenile Delinquency atau kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak muda yang merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan Juvenile Delinquency yang terjadi pada siswa kelas XI SMA LPPN Bandung dengan menggunakan metode analisis deskriptif terhadap 59 siswa. Alat ukur yang di gunakan berupa kuisioner yang disusun berdasarkan teori Juvenile Delinquency dari Santrock (2012) yang terdiri dari 110 item pertanyaan dengan menggabungkan faktor-faktor yang dapat mendukung terjadinya kenakalan remaja dengan menggunakan skala likert untuk mengukur dua kategori yaitu Status Offenses dan Index Offenses. Hasil pengolahan data menunjukan 33 siswa atau 56% siswa berada pada Status Offenses Sementara 26 siswa atau 24% berada pada Index Offenses Faktor tinggi yang mendukung pada kategori Status Offenses terletak pada pengaruh teman sebaya, kontrol diri danidentitas sedangkan faktor yang mendukung pada kategori Index Offenses adalah pengaruh teman sebaya, identitas diri dan kontrol serta di ikuti oleh pola asuh orang tua. Siswa mengikuti perilaku yang di tampilkan oleh teman-temannya termasuk keterlibatan dalam tawuran dan bolos sekolah yang di jadikan siswa sebagai rasa solidaritas terhadap teman. siswa sudah mengetahui perbedaan antara perilaku yang data di terima oleh lingkungan dan sikap yang tidak dapat di terima oleh lingkungan  namun gagal mengembangkan kontrol yang memadai dalam menggunakan perbedaan tersebut dan sebagian siswa belum memilki bayangan mengenai hal apa yang akan di raih dalam jangka waktu pendek maupun panjang siswa masih mengikuti ajakan dari teman-temannya.


Keywords


Juvenile delinquency, High School Student

References


Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: RinekaCipta.

Hurlock, Elizabeth B. 2002. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Kartono,K. 2014. Patologi Sosial 2. Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali Pers.

Noor,H.2009. Psikometri aplikasi dalam penyusunan instrument pengukuran perilaku. Bandung : Universitas Islam Bandung

Santrock, John w. 2012. Life-Span Development.Jakarta: Erlangga.




DOI: http://dx.doi.org/10.29313/.v0i0.6001

Flag Counter    Â