Studi Deskriptif Mengenai Psychological Well-Being pada Istri Pertama di Lembaga Islam X Bandung.

Tri Novia Aulia, Eni Nuraeni Nugrahawati

Abstract


Abstract. Marriage is a coalescence between two individuals as husband and wife. Marriage means encouraging a couple to try to improve their responsibility in the family, in order that each member of the family can feel happiness and peaceful in physically and mind. Polygamy is one of  marriage type which a man marries a woman  as a monogamy, then after having a family, he gets married again with another woman as second wife without divorced with the first one.   The impact of polygamy for first wife is feeling of dissapointed, sad, anxious, angry and, inconfident. However,      there are some first wives who try to be independent economically and socially. The aims of this study is gaining empirical data about psychological well-being  in   X Islamic Institution of Bandung. The utilized methode in this study is a descriptive study with 12 first wives in X Islamic Institution of Bandung as subject. The data are collected by giving psychological well-being questionnaire which consists of adaptation the result show that of C.D. Ryff's theory of Ryff Scales of Psychological Well-Being. The finding shows that 41,67% of the first wives have high psychological well-being and 58,33% of the the first wives have low psychological well-being. In addition, 41, 67% of the first wives are capable for accepting themselves and wreathing positive relationship with others, independent, and mastering the sphere, having an apparently life goal and feeling developed. 


Abstrak. Pernikahan merupakan persatuan antara dua pribadi sebagai suami dan istri. Pernikahan berarti mendorong pasangan suami dan istri berusaha untuk saling meningkatkan kewajiban dalam rumah tangga atau keluarga, agar masing-masing anggota keluarga dapat merasakan kebahagiaan dan ketenangan lahir dan batin. Poligami adalah salah satu tipe pernikahan, seorang pria menikah dengan wanita selayaknya pernikahan monogami, kemudian setelah berkeluarga, dalam beberapa tahun pria tersebut menikah lagi dengan istri kedua tanpa menceraikan istri pertama. Dampak yang dihadapi istri pertama, yakni merasa kecewa, merasa sedih, cemas, khawatir, marah, dan merasa rendah diri.. Namun, ada beberapa istri pertama yang berusaha membangun kemandirian secara ekonomi dan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data empirik mengenai psychological well-being  di Lembaga Islam X Bandung. Metode yang digunakan adalah studi deskriptif dengan subjek penelitian sebanyak 12 istri pertama yang berada di Lembaga Islam X Bandung. Pengumpulan data melalui kuesioner psychological well-being yang terdiri atas hasil adaptasi Ryff Scales of Psychological Well-Being dari teori C.D. Ryff. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 41,67% istri pertama memiliki psychological well-being yang tinggi dan 58,33% istri pertama memiliki psychological well-being yang rendah.Sebanyak 41, 67% istri pertama mampu menerima dirinya, mampu menjalin hubungan positif dengan orang lain, mandiri, mampu menguasai lingkungan, memiliki tujuan hidup yang jelas dan merasa dirinya berkembang.


Keywords


Polygamy, First wives, Psychological well-being

References


Dacey, John. S., & Travers, John. F. 2002. Human Development: Across the Life Span. Boston: McGraw-Hill.

Duvall, M., & Miller, B.C. 1995. Marriage and Family Development (12th ed). New York: Harper & Row Publisher. Inc

Hasan, H. 1988. Mewujudkan Keluarga Bahagia & Sejahtera. Surabaya: CV. Amin Surabaya.

Mulia, S.M. 2004. Islam Menggugat Poligami. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Al-Krenawi, A., Graham, J. R., & Slonim-Nevo, V. 2002. Mental Health Aspeck of Aran-Israeli Adolescents form Polygamous versus Monogamous Families. The Journal of Social Psychology.

Ryff, C. D. 1989. Happiness is everything, or is it? Explorations on the meaning of psychological well-being. Journal of Personality & Social Psychology.




DOI: http://dx.doi.org/10.29313/.v0i0.4308

Flag Counter    Â