Studi Literasi Psychological Well Being pada Prajurit TNI AD Yonif Raider X Pasca Penugasan

Abstract

Abstract. Prajurit TNI AD menghadapi berbagai tantangan, resiko dan pengorbanan. Salah satu tugasnya adalah menjaga perbatasan antara Papua dan Papua Nugini, yang mana kondisi wilayah tersebut memiliki kerawanan kontak senjata yang cukup tinggi. Penelitian oleh Chaturvedhula (2017) menyebutkan para prajurit pesawat tempur merasa hidup kekurangan selama penugasan akibat dari fasilitas dan kondisi wilayah yang sulit. Kondisi tersebut berdampak pada pajurit setelah pulang dari penugasan, mereka mengalami depresi yang cukup tinggi, serangan panik, dan trauma. Berbeda dengan para pajurit Yonif Raider X pasca penugasan di wilayah konflik, mereka beraktivitas secara normal dalam menjalankan tugasnya, tidak memiliki hambatan dalam menjalin relasi dengan lingkungannya, tetap memiliki rencana untuk tujuan hidupnya, tetap mengaktualisasikan dirinya pasca penugasan di wilayah konflik. Hal ini menggambarkan Psychological Well-Being. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran empirik mengenai Psychological well-being pada prajurit TNI AD Yonif Raider X Pasca Penugasan di Wilayah Konflik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi deksriptif dengan jumlah 130 responden. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner psychological well-being dari Ryff yang sudah di adaptasi kedalam Bahasa Indonesia oleh Engger Zheng. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa 95 orang (73,1%) tergolong memiliki Psychological well-being tinggi dan 35 orang (26,9%) tergolong memiliki Psychological well-being rendah.

Kata Kunci : Psychological well-being, Prajurit TNI AD, Wilayah Konflik

 

Abstract. TNI AD soldiers face various challenges, risks, and sacrifices. One of the responsibilities is to guard the border between Papua and Papua New Guinea, where the condition of the region has a high vulnerability for gun contact. Various studies by Chaturvedhula (2017) stated that fighter warriors felt they lack in life during their duties due to bad regional facilities and conditions. This condition affected the soldiers after returning from their duties in which they experienced high depression, panic attack, and trauma. Being different from the soldiers of Raider X Battalion, after duties in conflict areas, they can carry out their normal activities as soldiers.  They also have no obstacles in establishing relations with their environment, still having plans for their life goals as well as actualizing themselves after duties in conflict areas. This illustrates the Psychological Well-Being. The purpose of this study was to obtain an empirical picture of Psychological well-being on AD Army Battalion Raider X Post-Duties in Conflict Areas. The method used in this study is a descriptive study of 130 respondents. The measuring instrument used was the psychological well-being questionnaire from Ryff which had been adapted into Indonesian by Zheng Engger. The result of this study shows that 95 people (73.1%) belong to high Psychological well-being and 35 people (26.9%) belong to low Psychological well-being.

Keywords: Psychological well-being, Army Soldiers, Conflict Areas