Pencatatan Perkawinan di Bawah Tahun 1974 Studi Kasus di Kantor Urusan Agama Astanaanyar

Sony Fahmi Fauzi, Tamyiez Derry, Shindu Irwansyah

Abstract


Peraturan tentang pencatatan perkawinan terdapat dalam pasal 2 ayat 2 UU No. 1 Tahun 1974. Pencatatan perkawinan merupakan salah satu syarat untuk menentukan sah atau tidaknya suatu perkawinan. Dalam realitanya, Kantor Urusan Agama Kec. Astanaanyar sebagai instansi yang bertugas untuk mencatatkan perkawinan bagi orang yang beragama islam, memiliki catatan perkawinan di bawah tahun 1974 atau sebelum berlakunya UU tentang perkawinan yang berlaku saat ini. Berdasarkan uraian tersebut, poin masalah yang dirumuskan dan ingin diketahui dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pencatatan perkawinan menurut hukum positif dan hukum Islam ? Bagaimana mekanisme serta praktek pencatatan perkawinan di KUA Astanaanyar ? Bagaimana landasan hukum pencatatan perkawinan di bawah tahun 1974 di KUA Astanaanyar ? Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode deskriptif analitis, yaitu yaitu suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang dengan teknik yang digunakan untuk pengumpulan data adalah wawancara dan dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan yang diperoleh adalah : Hukum positif mewajibkan adanya pencatatan perkawinan pada setiap perkawinan agar perkawinan tersebut sah dan berkekuatan hukum. Dalam hukum Islam, mengingat pencatatan perkawinan sangat diperlukan, terdapat setidaknya dua landasan hukum, yaitu qiyas dan maslahat mursalah. Untuk mekanisme dan praktek pencatatan perkawinan, secara garis besar tahap-tahap yang harus diikuti oleh pasangan yang hendak menikah adalah pemberitahuan kehendak nikah, pemeriksaan nikah, pengumuman kehendak nikah dan pelaksanaan akad nikah. Dalam hal ini, praktek pencatatan perkawinan yang dilakukan oleh KUA Astanaanyar telah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kemudian landasan hukum pencatatan perkawinan di bawah tahun 1974 di KUA Astanaanyar menurut hukum positif diantaranya terdapat pada Burgerlijk Wetboek (BW) pasal 26 dan 81, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang pencatatan nikah, talak, dan rujuk, Undang-Undang No. 32 tahun 1954 dan peraturan lainnya. Sedangkan landasan hukum menurut hukum Islam, didapatkan melalui metode ijtihad yakni qiyas, maslahah mursalah, beserta beberapa kaidah ushul fiqh.


Keywords


Catatan, Perkawinan, Pencatatan Perkawinan

References


Buku

Agustinus Edy Kristianto, “Panduan Bantuan Hukum Di Indonesia†Yayasan Obor Indonesia, t.t.p., 2009.

KUA Kec. Astanaanyar, “Laporan Akuntabilitas Kinerja KUA Kec. Astanaanyar tahun 2014â€, tnp., t.t.p, 2014.

Artikel dan Jurnal Ilmiah

Ahmad Sanusi, “Pelaksanaan Isbat Nikah di Pengadilan Agama Pandeglang“, Ahkam, Vol. XVI, No. 1, Januari 2016.

Aristoni dan Junaidi Abdullah, “4 Dekade Hukum Perkawinan Di Indonesia: Menelisik Problematika Hukum Dalam Perkawinan Di Era Modernisasiâ€, Yudisia, Vol. 7, No. 1, Juni 2016.

Harpani Matnuh, "Perkawinan Dibawah Tangan dan Akibat Hukumnya Menurut Hukum Perkawinan Nasional“, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, Vol. 6, Nomor 11, Mei 2016.

Irwan Masduqi, “Nikah Sirri dan Istbat Nikah dalam Pandangan Lembaga Bahtsul Masail PWNU Yogyakartaâ€, Musâwa, Vol. 12, No 2, Juli 2013.

Muchtar, “Pelayanan Kantor Urusan Agama Terhadap Pencatatan Perkawinan di Kota Kediri Pasca Deklarasi FKK-KUA se-Jawa Timur Tahun 2013â€, Jurnal Multikultural & Multireligius, Vol. 13, No. 1, Januari - April 2014.

Moh. Makmun dan Bahtiar Bagus Pribadi, “Efektifitas Pencatatan Perkawinan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tembelang Kabupaten Jombangâ€, Jurnal Hukum Keluarga Islam, Volume 1, Nomor 1, April 2016.

Nafi’ Mubarok, “Sejarah Hukum Perkawinan Islam di Indonesiaâ€, AL-HUKAMA, Volume 02, Nomor 02, Desember 2012.

Wawancara

Wawancara dengan H. Karmawan di Bandung, 16 Mei 2017.




DOI: http://dx.doi.org/10.29313/islamic%20family.v0i0.6942

Flag Counter                      Â