Budaya Pemberian Maskawin pada Masyarakat Patani (Thailand Selatan) di Narathiwat dalam Perspektif Hukum Islam

Miss Amina Maha, M. Roji Iskandar, Ramdan Fawzi

Abstract


Abstract.Islam recommends that the best of a prospective wife is the lightest woman dowry. This should be a concern for the future wife in the determination its dowry that families will be built to achieve the goals and the realization of family sakinah, mawaddah and warahmah. Conditions dowry in Patani society, Narathiwat determined in accordance with the social status and education of women to be married. Facts on Patani society, dowry given by the bride's very high, thus inhibiting the marriage. Islam encourages marriage, consider the principles of simplicity and according to their respective capabilities does not burden the prospective husband. Based on the background of the problem, this research is focused in the following research questions:  How does the provision granting the dowry in marriage according to Islamic law? How is the prevailing culture of marriage in society Patani (Southern Thailand) about giving dowry? How is the culture giving dowry to the public Patani (Southern Thailand) in the perspective of Islamic law? The purpose of this study was to determine the answers to problems that have been formulated. The method used in this research is descriptive method, which describe the provision of a dowry in society Patani and provide an assessment of appropriate or not giving dowry with Islamic law, which the authors collected data on the true reality, analyze the data, interpretation of data and supports to address issues studied by the author that the author came to the conclusion based on analyzing the data. Based on the analysis, the study can disimpulakan that the provision of a dowry in Patani, Narathiwat community-based social and educational status of the bride, the value of the high dowry and set standards. With such provisions would not be a problem for the groom who is able or rich, but it is detrimental to the groom who has a low social status even incapable, can not get married in the desired age and some even canceling their marriage. This makes pernikahn which in Islam is a must hasten to be obstructed in its implementation.

Abstrak.Islam menganjurkan bahwa sebaik-baik calon istri adalah wanita yang paling ringan  maskawinnya. Hal ini harus menjadi perhatian bagi calon istri dalam penentuan maskwinnya agar keluarga yang akan dibangun dapat mencapai tujuan dan terwujudnya keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah. Ketentuan maskawin pada masyarakat Patani di Narathiwat  ditentukan sesuai dengan status sosial, dan pendidikan wanita yang akan dinikahi. Fakta pada masyarakat Patani, maskawin yang ditentukan oleh calon mempelai wanita sangat tinggi, sehingga menghambat perkawinan. Islam menganjurkan perkawinan, mempertimbangkan asas kesederhanaan dan sesuai dengan kemampuan masing-masing tidak membebani pihak calon suaminya. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneltian ini difokuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut: Bagaimana ketentuan pemberian maskawin dalam perkawinan menurut hukum Islam? Bagaimana budaya yang berlaku dalam perkawinan pada masyarakat Patani (Thailand Selatan) tentang pemberian maskawin? Bagaimana budaya pemberian maskawin pada masyarakat Patani (Thailand Selatan) dalam perspektif hukum Islam? Adapun  tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jawaban atas masalah yang telah dirumuskan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu mendeskripsikan pemberian maskawin pada masyarakat Patani dan memberikan penilaian sesuai atau tidak pemberian maskawin tersebut dengan hukum Islam, dimana penulis mengumpulkan data-data yang benar kenyataannya, menganalisis data, interpretasi data dan mendukung untuk menjawab permasalahan yang diteliti oleh penulis sehingga penulis mendapatkan kesimpulan yang didasarkan pada penganalisisan data tersebut. Berdasarkan hasil analisis, penelitian ini dapat disimpulakan bahwa ketentuan maskawin pada masyarakat Patani di Narathiwat yang berdasarkan status sosial dan pendidikan pihak calon mempelai wanita,  nilai maskawinnya tinggi dan menetapkan standarnya.  Dengan ketentuan tersebut tidak akan menjadi masalah bagi  calon mempelai pria yang mampu atau kaya tetapi hal tersebut  merugikan bagi calon mempelai pria yang status sosialnya rendah bahkan tidak mampu, tidak dapat menikah dalam usia yang dikehendaki bahkan ada yang membatalkan perkawinan mereka. Hal ini membuat pernikahn yang dalam Islam merupakan sebuah keharusan disegerakan menjadi terhambat dalam pelaksanaannya.


Keywords


Dowry, Patani Society, Islamic Law.

References


Abdul Aziz Muhamad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Penerjemah, Abdul Majid Khon, Fiqh Munakahat Khitbat, nikah dan talak, Amzah, Jakarta, cet. 2, 2011.

Ahmad Mudjab Mahalli, Wahai Pemuda Menikahlah, Menara Kudus, Jogjakarta, 2002.

Djamaan Nur, Fiqh Munakahat, Dina Utama, Semarang (DIMAS), 1993.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

M.Abdul Mujid dkk, Kamus Istilah Fikih, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1995

M.Addurrahman, Metode Kritik Hadis, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2011

Muttafaqun Alaih, Shahih Bukhari, Abu Ahmad as Sidokare, 2009

Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia (berlaku bagi umat Islam), Universitas Indonesia ( UI-Press) , Jakarta, 1986.

Sulaiman Al-Mufarraj, Bekal Pernikahan: Hukum, Tradisi, Hikmah, Kisah, Syair, wasiat, kata mutiara, alih bahasa, kuais Mandiri Cipta Persada, Qisthi Press, Jakarta, 2003.

Slemat Abidin dan H.Aminuddin, Fiqih Munakahat 1, CV Pustaka Setia, Bandung,

Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, Cahaya Salam, Bogor, 2010

Wawancara dengan Tuan Nik sebagai ketua Masjid Alhuda di Narathiwat, 12 Juli 2016




DOI: http://dx.doi.org/10.29313/islamic%20family.v0i0.5545

Flag Counter                      Â