Analisis Yuridis Putusan Pengadilan No. 1518/Pdt.G/2020/PA. Sor tentang Izin Poligami Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Hukum Islam

Faisal Faturrahman Nurjamil, Titin Suprihatin, Siska Lis Sulistiani

Abstract


Abstract. Marriage in Indonesia adheres to the principle of non-absolute monogamy, that is, a man can only marry a woman. A husband can have more than one wife with the condition that he gets permission from the court. To get a polygamy permit from the court, you must meet the requirements for polygamy, including meeting the optional / alternative and cumulative requirements. The position of the polygamy requirements as stated in the Marriage Law must be fulfilled both, both alternative and cumulative requirements. In decision number 1518 / Pdt.G / 2020 / PA Sor regarding permission for polygamy, no alternative conditions are fulfilled but obtaining permission from the court. The method used in this research is normative juridical. Alternative requirements can be put aside by considering the facts of the trial which contain a sense of justice, benefit and legal certainty. Because the judge is not the mouthpiece of the law (Bouche De Laloi) but the judge is the inventor and founder of law (Rechtsvinding and Rechtsvorming). Polygamy in Islam is permissible but can change according to situations and conditions. There are no specific conditions for permitting polygamy but Islam paves the way for ijtihad. In a decision, at least three aspects must be fulfilled, namely aspects of justice, benefit, and legal certainty. in connection with the case for applying for a polygamy permit, the Panel of Judges exercised their discretionary right in deciding the case by setting aside alternative conditions as referred to in Article 4 of the Marriage Law jo. Article 57 KHI.

Keyword : Marriage, Polygamy, Law, Polygamy requirements

Abstrak. Perkawinan di Indonesia menganut asas monogami tidak mutlak, yaitu seorang pria hanya dapat melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita. seorang suami dapat beristri lebih dari satu dengan syarat mendapatkan izin dari pengadilan. Untuk mendapatkan izin poligami dari pengadilan harus memenuhi syarat untuk poligami diantaranya memenuhi syarat fakultatif/alternatif dan kumulatif. Kedudukan syarat poligami tersebut yang tercantum dalam Undang-Undang Perkawinan harus terpenuhi keduanya baik syarat alternatif maupun syarat kumulatif. Dalam putusan nomor 1518/Pdt.G/2020/PA Sor tentang izin poligami, tidak terdapat syarat alternatif yang terpenuhi akan tetapi mendapatkan izin dari pengadilan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Syarat alternatif dapat dikesampingkan dengan pertimbangan fakta persidangan yang memuat rasa keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Karena Hakim bukanlah corong dari Undang-Undang (Bouche De Laloi) tetapi hakim adalah penemu dan pembentuk hukum (Rechtsvinding and Rechtsvorming). Poligami dalam Islam hukumnya mubah tetapi dapat berubah sesuai dengan situasi dan kondisi. Tidak ditemukan syarat khusus untuk diperbolehkan poligami tetapi Islam membuka jalan untuk berijtihad. Dalam suatu putusan, setidaknya harus memenuhi tiga aspek, yaitu aspek keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. dihubungkan dengan perkara permohonan izin poligami tersebut, Majelis Hakim menggunakan hak diskresinya dalam memutus perkara tersebut dengan mengesampingkan syarat alternatif sebagaimana Pasal 4 Undang-Undang Perkawinan jo. Pasal 57 KHI.

Kata Kunci : Perkawinan, Poligami, Hukum, Syarat Poligami


Keywords


Perkawinan, Poligami, Hukum, Syarat Poligami

Full Text:

PDF

References


(1) al-Maraghi, Ahmad Musthafa. (1998). Tafsir al-Maraghi, Juz IV. Beirut: Dar al-Kutub a-Ilmiyah

(2) Arfan, Abbas. (2008). Geneologi Pluralitas Madzhab dalam Hukum Islam. Malang: UIN-Malang Pres.

(3) Azni, Azni. (2015). "Izin Poligami Di Pengadilan Agama (Suatu Tinjauan Filosofis)." Jurnal Dakwah Risalah. Vol. 26 (2), 55-68.

(4) Bakri, Asafri Jaya. (1996). Konsep Maqasid Syari’ah menurut al-Syatibi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

(5) Dahlan, Tamrin. (2007). Filsafat Hukum Islam. Malang: UIN-Malang Pres.

(6) Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. (1993). Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ikhtiar Bani Van Hoev

(7) Ghazali, Abd. Rahman. (2003). Fiqih Munakahat. Jakarta: Pustaka Kencana.

(8) Manan, Abdul. (2006). Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta : Kencana

(9) Manan, Bagir. (2006). Kata Pengantar Dalam Buku Abdul Manan Reformasi Hukum Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

(10) Mardani. (2016). Hukum Keluarga Islam di Indonesia. Jakarta: Prenamedia Group

(11) Meliala, Djaja S. (2014). Hukum Perdata Dalam Perspektif BW. Bandung: Nuansa Aulia

(12) Pengadilan Agama Soreang, Salinan Putusan Nomor 1518/Pdt.G/2020/PA. Sor., hlm. 3

(13) Sulistiani, Siska Lis. (2018). "Perbandingan Sumber Hukum Islam." Tahkim (Jurnal Peradaban dan Hukum Islam). Vol. 1 (1)

(14) Sulistiani, Siska Lis. (2018). "Analisis Yuridis Aturan Isbat Nikah Dalam Mengatasi Permasalahan Perkawinan Sirri Di Indonesia." Tahkim (Jurnal Peradaban dan Hukum Islam). Vol. 1 (2).

(15) Sulistiani, Siska Lis. (2018). Hukum perdata Islam: penerapan hukum keluarga dan hukum bisnis Islam di Indonesia. Sinar Grafika.




DOI: http://dx.doi.org/10.29313/islamic%20family.v7i1.24778

Flag Counter                      Â