Pembatalan Sepihak Kontrak Jual Beli Online Oleh Lazada Dihubungkan Dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Yunita Regina Putri, Toto Tohir

Abstract


Abstract. Writing this thesis aims to know how unilateral cancellation of the agreement in a treaty and what the consequences if we cancel the agreement unilaterally in an agreement. By using normative juridical research methods it can be concluded that in a treaty agreement agreement is a manifestation of the will of two or more parties in the agreement on what they want to do, how to implement it, when it should be carried out, and who must implement it. Basically before the parties arrive at an agreement on such matters, one or more parties to the agreement shall first convey a form of declaration of what the party wishes to do with all possible terms and is permitted by law to be agreed by the parties. The void condition of an agreement is set forth in Article 1266 of the Civil Code stating the requirement that an agreement be canceled by either party is a reconciliation agreement, there is default, and the cancellation must be requested to the judge. if the cancellation done does not meet these requirements, then it can be said the act of cancellation violates the law, namely article 1266 Civil Code earlier. In addition, other opinions of consideration can be seen from the reason for the cancellation of the treaty, if the cancellation contains an arbitrary act, or uses its dominant position to exploit a weak position (adverse circumstances) on the other side, it is included in the act of unlawfulness, because of arbitrariness or exploitation weak positions or adverse circumstances of the opponent outside of the implementation of the obligations set out in the agreement, so it is not a default, but more in violation of its legal obligations to always have good faith in the agreement.

Keywords: Cancellation of agreement, unilateral

 

Abstrak. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah pembatalan perjanjian secara sepihak dalam suatu perjanjian dan apa akibat-akibat jika kita membatalkan perjanjian secara sepihak dalam suatu perjanjian. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dapat disimpulkan, bahwa Dalam suatu perjanjian kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya, kapan harus di laksanakan, dan siapa yang harus melaksanakan. Pada dasarnya sebelum para pihak sampai pada kesepakatan mengenai hal-hal tersebut, maka salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut akan menyampaikan dulu suatu bentuk pernyataan mengenai apa yang dikehendaki oleh pihak tersebut dengan segala macam persyaratan yang mungkin dan di perkenankan oleh hukum untuk di sepakati oleh para pihak. Syarat batal suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1266 KUHPerdata yang menyebutkan syarat agar suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak adalah perjanjian harus timbal balik, terdapat wanprestasi, dan pembatalannya harus dimintaka ke pada hakim. jika pembatalan yang dilakukan tidak memenuhi syarat-syarat tersebut, maka dapat dikatakan perbuatan pembatalan tersebut melanggar undang-undang, yakni pasal 1266 KUHPerdata tadi. Selain itu, pendapat pertimbangan lain dapat dilihat dari alasan pembatalan perjanjian, jika pembatalan tersebut mengandung kesewenang-wenangan, atau menggunakan posisi dominannya untuk memanfaatkan posisi lemah (keadaan merugikan) pada pihak lawan, maka hal tersebut termasuk dalam perbuatan melawan hukum, karena kesewenang-wenangan atau memanfaatkan posisi lemah atau keadaan merugikan dari pihak lawan di luar dari pelaksanaan kewajiban yang diatur dalam perjanjian, sehingga bukan merupakan wanprestasi, namun lebih ke arah melanggar kewajiban hukumnya untuk selalu beritikad baik dalam perjanjian.

Kata kunci: Pembatalan perjanjian, sepihak


Keywords


Pembatalan perjanjian, sepihak

Full Text:

PDF

References


Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung, 2014, Hlm. 7.

UU ITE

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen




DOI: http://dx.doi.org/10.29313/.v0i0.8865

Flag Counter     Â