Pertanggungjawaban Pidana bagi Tukang Gigi yang Melakukan Pekerjaan di Luar Kewenangannya Pasca Lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 40/PUU-X/2012

Sarah Cholpiah Adawiah, Nandang Sambas

Abstract


Abstract. The dentist is one of the traditional medicine that still exist today and made alternative medicine by the people of Indonesia. The issuance of Constitutional Court’s Decree Number 40/PUU-X/2012 became the beginning of the re-practice permit of the dentist after previously licensing of the dentist was revoked for contrary to law No. 29 of 2004 on medical Practice. After the The issuance of the Constitutional Court Decree No. 40/PUU-X/2012, the Regulation on the authority of the dentist through Indonesian Ministry of Health Regulation number 39 year 2014 about coaching, supervision and licensing, the job of the dentist.  

This study aimed at investigating and analyzing the uncertified dentist’s authority and crime liability for committing abuse post the issuance of Constitutional Court’s Decree Number 40/PUU-X/2012.The research method used is to use normative juridical method of approach, and to use the analytical descriptive writing specifications and use data collection techniques consisting of literature research i.e. primary legal material, secondary legal material, tertiary legal material, and using data analysis method i.e. qualitative analysis and draw conclusions using deductive methods.

The results of this study concluded that the post-inception Constitutional Court ruling No. 40/PUU-X/2012 dentists have a legal position back and are allowed to practice with the main requirement of having permission. For the dentist who does the job outside of his authority, if such negligence results in a person's wounds, severe defects even die then imposed chapters 359, 360, 361. While according to regulation of the Minister of Health No. 39 year 2014 about coaching. Supervision, and licensing of the dentist work.

Key word: Crime liability, Dentist, Constitutional Court’s Decree Number 40/PUU-X/2012

 

Abstrak. Tukang gigi merupakan salah satu pengobatan tradisional yang masih ada hingga saat ini dan di jadikan pengobatan alternatif  oleh masyarakat Indonesia. Lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi No 40/PUU-X/2012 menjadi awal di berikannya izin praktik kembali tukang gigi setelah sebelumnya perizinan tukang gigi dicabut karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Setelah lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 40/PUU-X/2012 maka di keluarkan regulasi mengenai  kewenangan dari tukang gigi melalui Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang Pembinaan, Pengawasan dan Perizinan, Pekerjaan Tukang Gigi.

Yang Menjadi permasalahan adalah bagaimana kedudukan hukum tukang gigi pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 40/PUU-X/2012 dan bagaimana pertanggungjawaban pidana tukang gigi yang melakukan pekerjaan di luar kewenangannya setelah lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 40/PUU-X/2012. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, dan spesifikasi penelitian deskriptif analitis dengan menggunakan teknik pengumpulan data kepustakaan yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier,dan metode analisis data yaitu analisis kualitatif  menarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif.

Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa pasca lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 40/PUU-X/2012 tukang gigi mempunyai kedudukan hukum kembali dan diizinkan praktik dengan syarat utama yaitu mempunyai izin. Bagi tukang gigi yang melakukan pekerjaan diluar kewenangannya, apabila kelalaiannya tersebut mengakibatkan seseorang luka,cacat berat bahkan mati maka dikenakan pasal 359, 360, 361. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan  Nomor 39 Tahun 2014 tentang pembinaan. Pengawasan, dan perizinan pekerjaan tukang gigi.

Kata kunci: Pertanggungjawaban pidana, Tukang gigi, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 40/PUU-X/2012


Keywords


Pertanggungjawaban pidana, Tukang gigi, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 40/PUU-X/2012

Full Text:

PDF

References


Chairul Huda, “Dari ‘Tiada Pidana Tanpa Kesalahan’ Menuju Kepada ‘Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan’’, Kencana, Jakarta, 2011

R Abdoel Djamali dan Lenawati Tedjapermana, “Tanggung Jawab Hukum Seorang Dokter Dalam Menangani Pasienâ€, Abardin, Jakarta, 2013

Soekidjo Notoatmodjo, “Etika dan Hukum Kesehatanâ€, Rineka Cipta, Jakarta, 2010

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, “Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkatâ€, Rajawali Pers, Jakarta, 1985

Soerjono Soekanto dan Herkutanto, “Pengantar Hukum Kesehatanâ€, Remadja Karya, Jakarta, 1987

A. Jurnal, Makalah, atau Skripsi

Sitohang Snti Magdalena dkk, “Tanggung Jawab Tukang Gigi Terhadap Konsumen Penerima Layanan Pemasangan Kawat Gigi (Behel) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen di Kota Bengkuluâ€, Universitas Bengkulu, 2014

Sarnizia Metuah, “Hubungan Karakteristik Pengguna Gigi Palsu dengan Pemanfaatan Jasa Tukang Gigi di Kota Medan, Universitas Sumatera Utara, 2009

B. Peraturan Perundang-Undangan

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/Menkes/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentangTenaga Kesehatan.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 40/ PUU-X/ 2012

Peraturan Mennteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Pembinaan, Pengawasan, dan Perizinan, Pekerjaan Tukang Gigi

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran




DOI: http://dx.doi.org/10.29313/.v6i2.23949

Flag Counter     Â