Formulasi Sediaan Tablet yang Mengandung Ekstrak Etanol Biji Koro Benguk dengan Bahan Pengikat CMC-Na, Amylum Manihot dan Kombinasi Keduanya sebagai Afrodisiak

Acep Somantri, Embit Kartadarma, Sri Peni Fitrianingsih

Abstract


Abstract. Reproductive health problems in Indonesia has increased in recent years. Based on research on mice, velvet beans or Mucuna pruriens L. DC. can deal with reproductive health issues. Based on the exposure, the problem in this research is formulated as follows: (1) whether the 70% ethanol extract velvet beans (Mucuna pruriens L. DC.) can be made preparation of tablets with binder CMC-Na, amylum manihot, and a combination of both? (2) whether the 70% ethanol extract velvet beans (Mucuna pruriens L. DC.) at a dose of 0.52; 1.04 and 1.56 mg / 20 g BW mice can provide aphrodisiac activity against male mice (Mus musculus)?. The subjects used in this study is a DDY strain male mice. Created 5 as a control group, comparison, velvet beans extract dose 0.52; 1.04 and 1.56 mg / 20g BW mice. Velvet beans extract made preparation of tablets using wet granulation method with some variation of the binder is CMC-Na, amylum manihot and a combination of both (1:1). The results obtained in this study were velvet beans extract dose 0.52; 1.04 and 1.56 mg / 20 g BW mice have an aphrodisiac effect in the form of mounting frequency in DDY strain male mice. Velvet beans extract granulated using binder CMC-Na, amylum manihot and a combination of both (1: 1) to produce a tablet that meets the requirements of uniformity of size, weight uniformity, hardness, friability and friksibility. From the above results can be summarized as follows: (1) velvet beans extract binder 1% CMC-Na is the best formulation, because it produces tablets eligible uniformity of size, weight uniformity, hardness, friability and friksibility. (2) velvet beans extract dose of 1.56 mg / 20 g of mice BB has the best aphrodisiac activity, as it has a significant difference to the control group.

Abstrak. Masalah kesehatan reproduksi di Indonesia telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan penelitian pada mencit, koro benguk atau Mucuna pruriens L. DC. dapat menangani masalah kesehatan reproduksi. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: (1) apakah ekstrak etanol 70% biji koro benguk (Mucuna pruriens L. DC.) dapat dibuat sediaan tablet dengan bahan pengikat CMC-Na, amylum manihot, dan kombinasi keduanya? (2) apakah ekstrak etanol 70% biji koro benguk (Mucuna pruriens L. DC.) pada dosis 0,52; 1,04 dan 1,56 mg/20 g BB mencit dapat memberikan aktivitas afrodisiak terhadap mencit jantan (Mus musculus)?. Subjek yang digunakan pada penelitian ini adalah mencit jantan galur DDY. Dibuat 5 kelompok sebagai kontrol, pembanding, ekstrak biji koro benguk dosis 0,52; 1,04 dan 1,56 mg/20g BB mencit. Ekstrak biji koro benguk dibuat sediaan tablet menggunakan metode granulasi basah dengan variasi beberapa bahan pengikat yaitu CMC-Na, amylum manihot dan kombinasi keduanya (1:1). Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah ekstrak biji koro benguk dosis 0,52; 1,04 dan 1,56 mg/20 g BB mencit mempunyai efek afrodisiak berupa mounting frequency pada mencit jantan galur DDY. Ekstrak biji koro benguk yang digranulasi menggunakan bahan pengikat CMC-Na, amylum manihot dan kombinasi keduanya (1:1) menghasilkan tablet yang memenuhi persyaratan keseragaman ukuran, keseragaman bobot, kekerasan, friabilitas dan friksibilitas. Dari hasil diatas dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) ekstrak biji koro benguk dengan bahan pengikat CMC-Na 1% merupakan formulasi terbaik, karena menghasilkan tablet yang memenuhi syarat keseragaman ukuran, keseragaman bobot, kekerasan, friabilitas dan friksibilitas. (2) ekstrak biji koro benguk dosis 1,56 mg/20 g BB mencit mempunyai aktivitas afrodisiak terbaik, karena memiliki perbedaan yang signifikan terhadap kelompok kontrol.

Keywords


Mucuna pruriens L. DC., afrodisiak, granulasi basah

References


Ahmad, M.K., Mahdi, A.A. dan Shukla, K. (2008). ‘Effect of Mucuna pruriens on Semen Profile and Biochemical Parameters in Seminal Plasma of Infertile Man’, Fertility and Sterility Journal: 90 (3): 627-635.

Anief, M. (1996). Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, University Gadjah Mada Press, Yogyakarta.

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV, terjemahan Ibrahim dan Farida, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Aulton, M.E. (1988). Aulton’s Pharmaceutic: The Science of Dosage Form Design, Second Edition, Churchill Livingstone, New York.

Aulton, M.E. (2007). Aulton’s Pharmaceutic: The Science of Dosage Form Design, Third Edition, Churchill Livingstone, New York.

Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia, Edisi III. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.

Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia, Edisi IV, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.

Lachman, L., Herbert, A.L. dan Joseph, L.K. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi III. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Sarwono, J. (2006). Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS 13, Andi Offset, Yogyakarta.

Siregar, C.J.P. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet, Kedokteran EGC, Jakarta.

Syamsuni, A.H. (2007). Ilmu Resep. Kedokteran EGC, Jakarta.

Voight, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi V. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.

Suresh, S., Elumalai, P. dan Seppan, P. (2009). ‘Dose and Time Dependent Effects of Ethanolic Extract of Mucuna Pruriens L., Seed on Sexual Behaviour of Normal Male Rats’, Journal of Ethnopharmacology: 122 (2009): 497-501.

Wani, J.A., Rajeshwara, N.A. dan Nema, R.K. (2011). ‘Phytochemical Screening and Aphrodisiac Activity of Asparagus racemous’, IJPSDR April-Juni, 2011, Vol. 3, Issue 2 (112-115).




DOI: http://dx.doi.org/10.29313/.v0i0.4254

Flag Counter    Â